Have you ever searched for words to get you in their heart.. But you don’t know what to say..
And you don’t know where to start.. Have you ever closed your eyes and dreamed that they were there..
And all you can do is wait for that day when they will care..

Monday, 20 December 2010

Nyanyian Senja - Final Chapter



Aku memandang balon biru yang melayang di antara semburat oranye mentari senja. Balon yang membawa sebuah surat perpisahanku untuk Dira. Di hadapanku, perlahan-lahan ombak membawa buket bunga ke tengah samudera, sebelum ombak besar menghantam dan memecah ikatannya, membuat bunga-bunga itu tersebar.
“Are you okay, Sa?” tanya Listia pelan. Aku hanya mengangkat bahu, pandanganku tak lepas menatap garis batas antara samudera dan cakrawala. Aku kembali menatap langit ketika setitik air mata terasa siap meluncur turun. Balon biru itu telah tiada, mungkin menyelinap di balik mega, atau telah dibawa oleh sang Pencipta untuk diserahkan pada Dira. Aku menghela nafas panjang.
“Let’s go home, Lis.”

*****

“Diandra Nathaniel!!” teriakan dari bawah membuat pemuda itu nyaris kehilangan keseimbangannya. “Mama, jangan mengejutkanku dong. Aku hampir jatuh nih!” pemuda yang dipanggil Diandra itu balas berteriak.
“Kamu ngapain naik-naik pohon segala?!” mamanya berteriak lagi.
Diandra melompat dari cabang terendah, dan mendarat tepat di depan mamanya. “Aku lihat ada balon gas tersangkut di pohon dan ada gulungan kertas terikat di talinya. Aku jadi penasaran,” Diandra menarik gulungan kertas tersebut, lalu menyerahkan balon gas pada mamanya. “I’ll continue with packaging, see ya, Mom,” kata Diandra sebelum melangkah memasuki rumah.
“Dira, you just have one hour for that or we’ll miss the travel back to Bandung!” Mama mengingatkan. Diandra hanya melambai sebagai jawaban.
“Hmm, it really makes me curious, what is inside the paper?” Diandra melemparkan tubuhnya ke atas tempat tidur, dan mulai membuka gulungan kertas tersebut.

Dear Dira,

Setahun berlalu sejak terakhir kali aku melihat sosokmu. Setahun yang cepat. Dan mereka terus berkata agar aku merelakanmu. Satu hal yang hingga kini tak mampu kulakukan. Kau masih ingat dulu kau pernah mengajakku untuk menemanimu ke sini? Katamu ini pantai yang indah, karena kita dapat melihat matahari terbit dan terbenam sekaligus. Well, aku sudah di sini, tapi tanpa kamu. Hanya bertemankan segenggam kenangan tentangmu. Dan itu menyakitkan.
Sekarang aku berdiri di pantaimu, di mana jejak terakhirmu tertinggal, di mana raga dari jiwa yang kukagumi tertidur selamanya, berselimutkan samudera dan tak tersentuh. Aku selalu berharap saat kupalingkan pandanganku ke arah samudera, mampu kulihat sosokmu di sana. Hidup. Selamat. Namun sang mentari senja selalu menenggelamkan harap itu, bersama deburan ombak.
Dira, terdengarkah nyanyian hatiku menginginkanmu? Sampaikah setiap pesan singkat yang setiap malam kukirimkan padamu? Mengatasnamakan rindu. Mengatasnamakan sebuah rasa yang terpendam. Kepergianmu menyadarkanku bahwa sebentuk persahabatan di hati mulai berubah arah. Kesadaran yang tak seharusnya terlahir, karena kau tak lagi ada di sini.
Segenggam pinta kukirimkan bersama balon gas ini, berharap dapat sampai ke singgasanamu. Tolong kembalikan sebuah hati yang telah kau renggut, karena perih ini tak jua kunjung menghilang. Tolong ajari aku bagaimana merelakanmu, agar aku tak mencaci pertemuan kita, dan tak juga membenci kenanganku bersamamu. Tolong bantu aku untuk lari dari bayanganmu, agar suara ombak dan mentari senja tak membunuhku.

Ombak, matahari terbenam, kerinduan.
Itu puisiku untukmu.



Salam sayang,

Carissa
(carissa.rinaldi@yahoomail.com)



“Carissa Rinaldi,” gumam Diandra. “And her beloved death guy has a same name with mine.”
“Dira!!” teriakan Mama terdengar lagi dari luar kamar.
“Iya.. iya.. aku datang..,” Diandra melipat surat itu dan menyelipkan di saku kemejanya. Hmm, first thing to do when he arrive in Bandung is to add her e-mail address to his Y! Messenger, mungkin juga facebook-nya – if she had one. Well, Diandra penasaran seperti apa gadis bernama Carissa Rinaldi itu, yang mampu memendam dan mempertahankan perasaannya dalam waktu yang cukup lama. Not type of many girls he knows recently, who so easy changing her boyfriend just like changing her phone.
And maybe.. maybe.. aku bisa mengobati luka hatinya, batin pemuda itu.


created : 13 Juli 2010



No comments:

Post a Comment