“Rissa!”
Langkahku terhenti oleh teriakan seseorang. Aku menoleh ke arah sumber suara dan menemukan Listia tengah berlari menghampiriku. “Ampun deh. Aku tahu ini hari terakhir kuliah, tapi kamu kan ga harus langsung menghilang,” gadis itu berhenti di sampingku dan mengatur nafasnya.
“Aku mau ke Pangandaran sore ini, jadi harus langsung pulang. Bisa-bisa aku ketinggalan bus,” kataku sambil melirik jam tangan Benetton-ku. I just have two hours before the bus arrival on the station.
“Again?!” tanya Listia tak percaya. “Kamu kan baru saja dari sana tiga bulan yang lalu. What makes you so crazy about that place? Since as far I know you have no family or any relation there.”
“Just love the place. Is it that wrong?”
“Carissa, it’s not love anymore. You obsessed with that place, you know. Setiap kali liburan selalu kau habiskan di sana. Seminggu, dua minggu, bahkan liburan akhir semester selama dua bulan pun. Sebenarnya ada apa di sana, Sa?”
Aku menghela nafas panjang dan menggeleng pelan. Belum saatnya bagi dia untuk mengetahui cerita panjang di balik pelarianku ini, though she’s the closest friend I have.
“Hhh, tadinya aku mau mengajakmu untuk naik gunung besok sore. But since you have another secretly business, guess I should cancel it,” kata Listia, setelah beberapa saat aku tak juga bersuara. “And surely there will be no another time also. Maybe I should ask someone else company me spending this holiday, since my closest friend busy with her own world,” gadis itu membalikkan tubuhnya dan melangkah kembali menuju gedung jurusan.
Aku menatap kepergian Listia setengah menyesal, tapi apa yang harus aku lakukan saat hati belum siap untuk bercerita? Kulirik jam tanganku untuk kedua kalinya. Damn, aku harus segera pulang atau aku benar-benar akan ketinggalan bus.
No comments:
Post a Comment