Have you ever searched for words to get you in their heart.. But you don’t know what to say..
And you don’t know where to start.. Have you ever closed your eyes and dreamed that they were there..
And all you can do is wait for that day when they will care..
And you don’t know where to start.. Have you ever closed your eyes and dreamed that they were there..
And all you can do is wait for that day when they will care..
Monday, 13 October 2014
Stages of Death - Livor Mortis
*sebagai efek dari kebanyakan nonton TV series detektif, mulai dari CSI:NY, Body of Proof,
Bones, Castle, CSI, NCIS, sampai Meitantei Conan*
Livor mortis berasal dari bahasa latin
livor : warna kebiruan, dan mortis : kematian. Livor mortis, juga dikenal
sebagai hipostasis, adalah berkumpulnya darah di bagian tertentu tubuh setelah
kematian, menyebabkan munculnya warna merah keunguan pada kulit, yang juga
disebut sebagai 'lividitas'.
Berkumpulnya darah disebabkan karena jantung tak lagi
membuat darah mengalir, dan sel darah merah yang berat tenggelam di antara
serum karena gaya gravitasi. Intensitas warna tergantung pada jumlah hemoglobin
dalam darah. Saat dinding pembuluh menjadi permeabel akibat dekomposisi, darah
mengalir melaluinya dan menodai jaringan. Inilah alasan terjadinya hipostasis.
Darah
akan berpindah ke titik terendah tubuh yang dapat dilalui. Sebagai contoh, bila
korban dalam posisi tergantung, warna kebiruan akan muncul pada kaki,
ujung-ujung jari dan daun telinga. Jika tubuh ditemukan dalam posisi
terlentang, kebiruan akan ditemukan pada daerah tubuh yang menyentuh tanah.
Darah mulai berkumpul sesaat setelah
kematian dan terlihat dalam 2 jam. Setelah dua jam pertama, kulit akan terlihat
kebiruan dan tampak kusam. Setelah lima atau enam jam, bercak-bercak menyatu
dan kulit akan berubah warna menjadi putih bila ditekan. Setelah 10-12 jam,
warna biru kehitaman akan tetap bahkan ketika ditekan.
Penting untuk dicatat bahwa proses
lividitas mulai bekerja dalam 30 menit setelah jantung berhenti bekerja dan
dapat bertahan sampai 12 jam. Hanya dalam 6 jam pertama kematian tanda kebiruan
pada tubuh dapat diubah dengan cara memindahkan tubuh. Setelah 6 jam, kebiruan
pada tubuh bertahan karena pembuluh darah mulai hancur dalam tubuh.
Racun tertentu dapat membuat perubahan
warna muncul dengan warna yang berbeda. Karbon monoksida, sebagai contohnya,
akan mengubah kulit menjadi warna pink cherry.
Koroner dapat menggunakan keberadaan atau
ketiadaan livor mortis sebagai alasan penentuan waktu kematian yang tepat. Ini
juga dapat digunakan oleh investigator forensik untuk menentukan apakah tubuh
tersebut dipindahkan atau tidak - singkatnya, jika tubuh ditemukan tengkurap
namun pengumpulan darah muncul pada punggung mayat, investigator dapat
menyimpulkan bahwa posisi tubuh semula adalah terlentang.
* dari berbagai sumber
Labels:
death,
detective,
livor mortis,
review,
stages of death,
TV series
Stages of Death - Rigor Mortis
*sebagai efek dari kebanyakan nonton TV series detektif, mulai dari CSI:NY, Body of Proof,
Bones, Castle, CSI, NCIS, sampai Meitantei Conan*
Rigor mortis berasal dari bahasa latin
rigor : kekakuan, mortis : kematian, adalah tanda kematian yang paling mudah
terlihat, disebabkan oleh perubahan kimia dalam tulang setelah kematian,
menyebabkan anggota tubuh mayat menjadi kaku dan sulit untuk digerakkan atau
dimanipulasi. Pada manusia, ini terjadi setelah sekitar 3-4 jam, mencapai
kekakuan maksimal setelah 12 jam, dan
secara bertahap menghilang dari sekitar 24 jam setelah
kematian.
Biokimia
Sel otot hidup menggunakan energi untuk
memindahkan ion kalsium keluar sel. Ion kalsium yang mengalir ke dalam sel
membuat jembatan sambung antara aktin dan miosin, dua tipe serabut yang bekerja
bersama pada kontraksi otot. Serabut otot memendek dan memendek sampai mereka
berkontraksi sempurna atau selama terdapat asetilkolin neurotransmitter dan
molekul energi ATP. Namun, otot memerlukan ATP untuk membuatnya relaks dari
keadaan kontraksi (ini digunakan untuk memompa kalsium keluar dari sel sehingga
serabut otot dapat terlepas satu sama lainnya). Setelah kematian, pernafasan
berhenti dan meniadakan
oksigen pada mayat yang digunakan dalam pembuatan ATP. Cadangan ATP dengan cepat
habis karena kontraksi otot dan proses sel lainnya, dan ini berarti bahwa
serabut aktin dan miosin akan tetap terhubung sampai otot tersebut mulai hancur
(terdekomposisi).
Tidak seperti kontraksi otot normal,
setelah kematian tubuh tidak mampu menyelesaikan siklus dan melepaskan
pengikatan antara miosin dan aktin, menciptakan tahapan kontraksi otot sampai
hancurnya jaringan otot oleh enzim (endogen atau bakteri) selama dekomposisi.
Sebagai bagian proses dekomposisi, kepala miosin diuraikan oleh enzim,
menyebabkan kontraksi otot terlepas dan tubuh menjadi lemas.
Perubahan fisik
Pada saat kematian, kondisi yang disebut
keadaan normal primer (primary flaccidity) terjadi. Selanjutnya, otot menjadi
kaku pada tahap rigor mortis. Hal ini terjadi pada semua otot tubuh. Berawal pada 2-6 jam
setelah kematian, rigor mortis dimulai dengan otot tubuh yang lebih kecil
seperti kelopak mata, leher, jari dan rahang. Rigor mortis kemudian menyebar ke
otot lain dalam waktu 4-6 jam, termasuk organ internal. Permulaan rigor mortis
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, kondisi fisik, dan pembentukan otot dari
seseorang. Rigor mortis mungkin tidak terlihat jelas pada kebanyakan mayat bayi
dan anak-anak akibat dari massa otot mereka yang lebih kecil.
Aplikasi pada patologi forensik
Tingkatan rigor mortis dapat digunakan oleh
patologi forensik untuk menentukan perkiraan waktu kematian. Mayat
mempertahankan posisinya saat rigor mortis terjadi. Jika tubuh dipindahkan
setelah kematian, namun sebelum rigor mortis terjadi, teknik forensik seperti
livor mortis dapat diterapkan. Jika posisi saat tubuh ditemukan tidak sesuai
dengan lokasi ketika ditemukan (sebagai contoh, jika mayat terlentang dengan
satu tangan terangkat ke atas), itu dapat diartikan bahwa seseorang telah
memindahkannya. Beberapa faktor juga mempengaruhi kecepatan dari rigor mortis,
dan investigator mempertimbangkannya ketika memperkirakan waktu kematian.
*dari berbagai sumber
Labels:
death,
detective,
review,
rigor mortis,
stages of death,
TV series
Saturday, 4 October 2014
Antibiotik Betalaktam
Well, udah hampir 7 tahun bekerja di industri yang memproduksi antibiotik betalaktam, tapi nggak pernah sekalipun menulis tentang hal itu.. jadi sekarang mau review sedikit aja tentang apa sih antibiotik betalaktam tuh..
BETALAKTAM
Cincin betalaktam adalah cincin laktam dengan struktur cincin heteroatom, terdiri dari 3 atom karbon dan 1 atom nitrogen. Laktam sendiri merupakan cincin amida. Dinamakan demikian karena atom nitrogen menempel pada karbon beta terhadap karbonil.
Antibiotik Betalaktam
Antibiotik betalaktam
adalah antibiotik dengan jangkauan luas, terdiri dari semua antibiotik yang
mengandung cincin betalaktam pada struktur molekulnya. Ini termasuk turunan
penisilin (penam), sefalosporin (cephem), monobaktam, dan karbapenem.
Kebanyakan antibiotik betalaktam bekerja
dengan cara menghambat biosintesis dinding sel pada bakteri dan merupakan
kelompok antibiotik dengan jangkauan paling luas.
Bakteri seringkali membentuk resistensi
terhadap antibiotik betalaktam dengan jalan mensintesis beta-laktamase, suatu
enzim yang menyerang cincin betalaktam. Untuk menghindari resistensi,
antibiotik betalaktam seringkali diberikan dengan penghambat beta-laktamase
seperti misalnya asam klavulanat.
Pengobatan
Antibiotik betalaktam
diindikasikan untuk profilaksis (pencegahan penyakit) dan pengobatan infeksi
bakteri yang disebabkan oleh organisme yang peka. Pada awalnya, antibiotik
betalaktam utamanya aktif hanya melawan bakteri gram positif, namun penelitian
terakhir terhadap antibiotik betalaktam spektrum luas aktif melawan berbagai
organisme gram negatif telah meningkatkan kegunaannya.
Efek Samping
●Reaksi Efek Samping
Reaksi obat merugikan yang
umum terjadi untuk antibiotik betalaktam antara lain diare, mual, ruam kulit,
urticaria, superinfeksi (termasuk kandidiasis). Reaksi obat merugikan yang jarang terjadi termasuk
demam, muntah-muntah, erithema, dermatitis, angioedema (pembengkakan), diare
yang disebabkan bakteri.
Nyeri dan pembengkakan pada tempat suntikan juga
umum terjadi pada pemberian antibiotik betalaktam secara parenteral.
●Alergi/Hipersensitif
Reaksi merugikan secara
imunologi terhadap antibiotik betalaktam apapun dapat terjadi pada sampai 10%
pasien yang menerima obat tersebut. Anafilaksis (reaksi alergi yang serius dan
terjadi dengan cepat) kemungkinan terjadi pada sekitar 0.01% pasien. Terdapat
kemungkinan 5-10% sensitifitas silang antara turunan penisilin, sefalosporin,
dan karbapenem; namun jumlah ini masih diamati oleh berbagai peneliti. Meskipun
demikian, resiko reaktifitas silang cukup sebagai kontraindikasi terhadap semua
antibiotik betalaktam pada pasien dengan riwayat reaksi alergi parah
(urticaria, anafilaksis, pembengkakan ginjal) terhadap antibiotik betalaktam
apapun.
Modus aksi
Antibiotik betalaktam
bersifat bakteriosida (senyawa yang dapat membunuh bakteri), dan bertindak
dengan cara menghambat sintesis lapisan peptidoglikan dari dinding sel bakteri.
Lapisan peptidoglikan penting untuk ketahanan struktur dinding sel, terutama
pada organisme gram positif, menjadi komponen dinding yang paling luar dan
paling utama. Tahapan akhir transpepsidasi pada sintesis peptidoglikan
difasilitasi oleh DD-transpeptidase yang merupakan protein pengikat penisilin
(PBP). Protein ini bervariasi dalam kemampuannya mengikat penisilin atau antibiotik
betalaktam lainnya. Jumlah protein ini bervariasi untuk setiap jenis bakteri.
Antibiotik betalaktam merupakan analog
dari D-alanyl-D-alanine - ujung residu asam amino pada subunit prekursor
NAM/NAG-peptida dari lapisan peptidoglikan yang baru terbentuk. Kesamaan
struktur antara antibiotik betalaktam dan D-alanyl-D-alanine memfasilitasi
pengikatan mereka pada daerah aktif PBP. Nukleus betalaktam dari molekul
terikat secara irreversibel pada residu Ser403 dari daerah aktif PBP.
Penghambatan irreversibel dari PBP mencegah penggabungan (transpeptidasi) dari
lapisan peptidoglikan yang baru terbentuk, menghancurkan sintesis dinding sel.
Potensi
Dua struktur yang terdapat pada antibiotik betalaktam telah dihubungkan dengan potensi
antibiotiknya. Yang pertama dikenal sebagai "parameter Woodward", h, merupakan ketinggian (dalam
angstroms) dari piramida yang dibentuk oleh atom nitrogen betalaktam sebagai
sumbu dan tiga atom karbon yang berhubungan sebagai dasarnya. Yang kedua
disebut "parameter Cohen", c,
merupakan jarak antara atom karbon dari karboksilat dan atom oksigen dari
karbonil betalaktam. Jarak ini diperkirakan berhubungan dengan jarak antara
daerah pengikatan karboksilat dan lubang
oksianion dari enzim PBP. Antibiotik paling baik adalah antibiotik dengan nilai
h lebih tinggi (lebih reaktif
terhadap hidrolisis) dan nilai c
lebih rendah (terikat lebih baik pada PBP).
Modus Resistensi
Secara definisi, semua antibiotik
betalaktam memiliki cincin betalaktam pada strukturnya. Efektivitas dari antibiotik
ini bergantung pada kemampuan mereka untuk mencapai PBP secara utuh dan
kemampuan untuk terikat pada PBP. Oleh karena itu, terdapat dua modus utama
resistensi bakteri pada betalaktam :
●Hidrolisis Enzimatik dari Cincin
Betalaktam
Karena populernya antibiotik betalaktam,
bakteri tertentu mampu mengembangkan tindakan terhadap terapi obat
secara tradisional. Suatu enzim yang disebut beta-laktamase ada dalam berbagai
tipe bakteri, yang berfungsi untuk 'memecah' cincin
betalaktam, dan secara efektif meniadakan efektifitas antibiotik. Sebagai
contoh adalah enzim NDM-1 yang ditemukan tahun 2009.
Jika bakteri menghasilkan enzim
betalaktamase atau enzim penisilinase, enzim akan menghidrolisa cincin
betalaktam dari antibiotik, menyebabkan antibiotik menjadi tidak efektif. Gen
yang mengkode enzim ini mungkin melekat pada kromosom bakteri atau mungkin
diperoleh melalui transfer plasmid, dan pengeluaran gen
beta-laktamase dapat diinduksi oleh keberadaan betalaktam.
Produksi beta-laktamase oleh bakteri tidak
meniadakan
pilihan pengobatan dengan antibiotik betalaktam. Dalam
beberapa hal, antibiotik betalaktam dapat diberikan bersamaan dengan penghambat
beta-laktamase. Sebagai contoh, Augmentin (FGP) dibuat dari amoksisilin, sebuah
antibiotik betalaktam, dan asam klavulanat, penghambat beta-laktamase. Asam
klavulanat didesain untuk menutupi semua enzim beta-laktamase, terikat secara
irreversibel, dan secara efektif berperan sebagai antagonis sehingga
amoksisilin tidak dipengaruhi oleh enzim beta-laktamase.
Bagaimanapun, pada semua kasus dimana
infeksi diduga oleh bakteri penghasil beta-laktamase, pilihan untuk antibiotik
betalaktam yang sesuai harus dipertimbangkan secara hati-hati sebagai
pengobatannya. Di sisi lain, pemilihan terapi antibiotik betalaktam yang tepat
adalah yang paling penting untuk melawan organisme yang dapat menghasilkan
beta-laktamase. Jika produksi beta-laktamase dapat diinduksi, maka kegagalan
penggunaan terapi antibiotik yang paling tepat pada pengobatan awal dapat
menyebabkan induksi produksi beta-laktamase, yang
selanjutnya akan membuat pengobatan dengan antibiotik betalaktam lainnya
menjadi lebih sulit.
●Memiliki Protein Pengganti untuk PBP
Sebagai respon terhadap peningkatan kemanjuran
betalaktam, beberapa bakteri telah mengubah protein dimana antibiotik
betalaktam akan terikat. Betalaktam tidak dapat terikat secara
efektif pada protein pengganti ini, dan sebagai hasilnya, betalaktam akan
kurang efektif dalam menghancurkan sintesis dinding sel. Contoh jelas dari
modus resistensi ini termasuk methicillin-resistant Staphylococcus aureus
(MRSA) dan penicillin-resistant Streptococcus pneumoniae. Namun PBP pengganti
tidak menghapuskan semua pilihan pengobatan dengan antibiotik betalaktam.
* Dari berbagai sumber
Labels:
antibiotic,
betalactam,
review,
works
Saturday, 13 September 2014
Dengar Bisikku - The Rain
kadang aku berpikir
dapatkah kita terus coba
mendayung perahu kita
menyatukan ingin kita
sedang selalu saja
khilaf yang kecil mengusik
bagai angin berhembus kencang
goyahkan kaki kita
genggam tanganku jangan bimbang
tak usahlah lagi dikenang
naif diri yang pernah datang
jadikan pelajaran, sayang
dengar bisikanku, oh dinda
coba lapangkan dada kita
terima aku apa adanya
jujur hati yang kita jaga
mengapa selalu saja
khilaf yang kecil mengusik
bagai ombak yang besar
goyahkan kaki kita
genggam tanganku jangan bimbang
tak usahlah lagi dikenang
naif diri yang pernah datang
jadikan pelajaran, sayang
dengar bisikanku, oh dinda
coba lapangkan dada kita
terima aku apa adanya
jujur hati yang kita jaga
bila gundahmu tak menghilang
hentikan dulu dayung kita
bila kau ingin lupakan aku
ku tak tahu apalah daya
Tuesday, 2 September 2014
Four Horsemen of the Apocalypse
Berawal gara-gara nonton Sleepy Hollow the series yang ngebahas tentang four horsemen of apocalypse, jadi penasaran juga tentang hal-hal itu.. akhirnya sedikit browsing deh..
Illustration by John Steele |
Four Horsemen of the Apocalypse atau
4 penunggang kuda pembawa kiamat adalah simbol dari kejadian yang berbeda
dimana terjadi pada akhir dunia, terdiri dari penaklukan (conquest) yang menunggang kuda putih, perang (war) yang menunggang kuda merah, kelaparan (famine) dengan kuda hitam,dan kematian (death) dengan kuda berwarna pucat (pale).
Penunggang pertama juga disebut Pestilence, dan dihubungkan dengan
penyakit menular atau wabah. Ia mengayunkan busurnya untuk menyebarkan wabah
penyakit. Di punggungnya bergetar kuningan yang diisi dengan panah beracun
berisi kuman segala penyakit. Ia juga mengenakan mahkota, dan menunggangi
kudanya seperti layaknya penakluk yang menguasai daerah taklukannya.
Penunggang kedua seringkali
mewakili perang atau pembunuhan besar-besaran. Kudanya berwarna merah. Warna
ini, juga penunggang yang menggenggam pedang, menandakan pertumpahan darah. Ia
diberi kekuasaan untuk mengambil kedamaian dari bumi dan membuat manusia
membunuh manusia lainnya. Penunggang kedua biasanya dihubungkan dengan perang
sipil sebagai kebalikan dari perang penaklukan yang dibawa oleh penunggang
pertama.
Penunggang ketiga mengendarai
kuda hitam dan dikenal sebagai kelaparan. Sebagaimana ia membawa timbangan, ia
menunjukkan bagaimana roti ditimbang pada masa-masa kelaparan. Masa ini
ditandai oleh harga beras yang sepuluh kali normal sehingga pekerja berjuang
untuk memberi makan keluarga mereka. Penunggang ketiga menunjukkan pada
kelaparan besar yang terjadi, biasanya sebagai dampak perang yang dihasilkan
penunggang kedua.
Penunggang keempat dan terakhir
dinamakan kematian. Dikenal sebagai 'the pale rider' di antara penunggang
lainnya. Tidak seperti penunggang lainnya, dia tidak digambarkan membawa
senjata atau benda lainnya, namun ia diikuti oleh Hades (tempat beristirahat
orang-orang yang telah mati). Penunggang keempat merupakan kombinasi dari
penunggang lainnya. Ia akan membawa peperangan lebih lanjut dan kelaparan
dahsyat beserta penyakit dan wabah mengerikan.
Illustration by Sebastian Giacobino |
dari berbagai sumber
Labels:
Four Horsemen,
myths,
review,
Sleepy Hollow
Saturday, 14 June 2014
Sugar Afternoon - Chapter 3
“Hei, Naia, kau kerja sore ini?” Yoga menyapa saat
aku memasuki area Rendez-Vous. “Iya, aku tukeran shift sama Carissa,” kataku. “Rendez-Vous rame nggak sih kalau
Sabtu malam?”
“Sabtu malam atau malam Minggu?” goda Yoga.
“Lho, emang beda? Bukannya sama aja ya?”
“Beda dong. Sabtu malam itu istilah yang biasanya
dipakai kaum jomblo, mungkin sebagai salah satu upaya penyangkalan. Soalnya
kalau pake istilah malam minggu, kerasa banget mirisnya jadi jomblo,”
penjelasan Yoga berhasil membuahkan cubitan-cubitan kecilku di lengannya.
“Idih, kalau protes berarti ngerasa,” sambung Yoga. ”Enak aja. Aku bukan jomblo
miris tau. Aku single bahagia,” aku
mencibir.
“Mana ada single
bahagia tapi tiap kerja sore sibuk ngeliat ke luar jendela sambil manyun.”
Ucapan Yoga langsung membuatku terdiam. Kualihkan perhatianku pada setumpuk gummy candies berbentuk beruang di dekat
meja kasir. “Eh, Naia, sorry. Aku
nggak maksud,” Yoga terlihat salah tingkah.
“Nggak. Nggak apa-apa kok,” aku menggeleng pelan.
“Emang segitu kelihatannya ya?”
“Soalnya jarang-jarang wajah kamu gloomy. Biasanya kan haha-hehe gangguin
orang sampai bikin sebel,” Yoga menepuk pelan bahuku. “If you have any problem, just tell us. Bukan aku juga nggak
apa-apa. They all are so worry about you.”
“Ahaha, bukan masalah besar kok, Ga. Hanya cinta
sepihak. Dia datang tiba-tiba dan menghilang tiba-tiba. Dan aku ternyata
kehilangan.”
“Siapa sih?” Yoga duduk di sebelahku dengan wajah
rumpinya. “Yoga rumpi ih!” aku melempar segenggam gummy candies ke arah Yoga sambil tertawa. “Argh! Naia! Ini permen
mahal tau!” protes Yoga.
“Bodo!” aku berlari menjauhi Yoga ketika terdengar
denting lonceng pintu, menandakan tamu datang. Kuambil setumpuk menu dan bergegas
menyambut.
“Selamat sore. Selamat datang di Rendez-Vous,”
sapaku pada sekumpulan pemuda. “Untuk berapa orang ya, mas?”
“Eh, kita berapa orang sih?” pemuda paling depan
bertanya ke belakangnya.
“Sepuluh orang,” salah satu temannya yang tengah
sibuk dengan hp menjawab, lalu mengangkat kepalanya. “Eh? Kok?” wajahnya
terlihat terkejut saat melihatku. Ada apa sih? Aku nggak kenal mereka kok,
meskipun selintas mereka terasa familiar.
“Ares!” pemuda itu berteriak ke arah luar setelah
mampu menangani rasa terkejutnya. Tak lama kemudian seseorang melangkah masuk.
Seseorang yang sama sekali tak kuduga.
Sang malaikat senja.
Ia berdiri di hadapanku, dengan ekspresi
terkejutnya, dengan wajah kemerahannya, dan dengan keributan teman-temannya.
“Hush! Dewasa dong!” dia menegur pelan teman-temannya.
“Ciee, muka lo merah banget, Res!” goda salah satu
temannya. “Mbak, tau nggak? Ares ini suka merhatiin kalau mbak lagi duduk di
kursi luar Rendez-Vous, tiap kita main sepakbola,” sambungnya padaku,
membuahkan pelototan dari Ares.
“Kenalan gih, kesempatan nggak selalu datang dua
kali lho!” komentar temannya yang lain, sebelum mereka ‘berinisiatif’ memilih
sendiri tempat duduk, dan meninggalkan kami hanya berdua.
“Sorry ya, teman-teman aku. Dih, bocah banget
sih!” kata Ares pelan padaku. Aku hanya bisa menanggapi dengan anggukan, masih
mencerna semua informasi yang secara mendadak masuk ke otakku. Setelah beberapa
detik hening, kuputuskan untuk menyerahkan buku menu pada teman-temannya ketika
tiba-tiba dia bersuara. “Tapi, boleh kenalan? Aku Ares, semester 5 desain
produk.”
“Ah, Naia. Sastra Jepang. Semester 5 juga.”
* * * * *
Tuhan, malaikat senja itu ternyata berkenan untuk
singgah dalam hati. Ia tak lagi tak bernama. Dan ia kini berada dalam gapaian.
Labels:
cerpen,
coffee shop series,
my story,
sugar afternoon
Sugar Afternoon - Chapter 2
Hari ini
dia tidak ada di lapangan, padahal sang Pencipta telah berbaik hati tak
menurunkan lagi hujan. Permainan sepakbola itu tetap ada, hanya saja bukan dia
yang berdiri menghalang gawang. 30 menit aku menanti, dan harapan itu musnah.
Yang tersisa hanya seribu tanya, ke mana dia ? ada apa dengannya? Mengapa
menghilang? Dan saat seperti inilah aku menyesali diamku, karena pertanyaan itu
takkan menemukan jawabnya.
“Hey, Naia. Ada apa sih dari tadi lihat keluar
jendela terus?” Angga, waiter yang juga bekerja part-time di rendez-Vous, menepuk bahuku. Aku segera mengalihkan
perhatianku sambil tersenyum. Huff, tanpa sadar hati ini terus berharap ada
keajaiban kecil, tiba-tiba menemukannya di tengah lapangan seperti biasa.
“Nggak apa-apa. Cuma khawatir hujan aja, soalnya
aku lupa bawa payung,” elakku.
“Yaelah, khawatir hujan aja mukanya udah kayak
lagi patah hati. Cuma air jatuh dari langit juga,” Angga berkomentar santai
sambil membereskan meja di dekatku.
Kujatuhkan pandanganku sekali lagi ke arah
lapangan, sebelum bergerak menjauh dari jendela dan membantu Angga. “Heh, emang
muka orang lagi patah hati kayak gimana?”
“Ya kayak kamu sekarang. Manyun terus, kusut,
kayak mau nangis.”
“Ngarang ah,” aku menyikut Angga. Iya, Angga pasti
ngarang. Nggak mungkin lah aku patah hati, kenal dia aja nggak. Iya kan?
* * * * *
Rabu, 16
Mei
Where are
you??
Lagi-lagi
seseorang yang lain yang berdiri di gawangnya. Dan lagi-lagi akan kuhabiskan sisa
hari dengan siksaan pertanyaan.
Tuhan,
memang terlarangkah? Sehingga kau ambil dia dari tatapanku?
* * * * *
“Hey, Naia,
can I talk to you for a min?” Carissa menghampiri aku saat aku bersiap-siap
untuk pulang. “Sure. What’s up?”
tanyaku.
“Aku bisa tukeran shift kerja denganmu akhir minggu ini nggak? I have mid-test this Saturday,” kata Carissa.
“No prob.
So, kau akan kerja Jumat sore, dan
aku Sabtu sore?”
“Yup.
Seriously you don’t mind with that?” Carissa memastikan. “Easy, Sa. Aku libur kok hari Sabtu. Dan
mengingat setiap weekend jalanan di
kota kita tercinta selalu macet mampus, aku tak pernah punya rencana apa-apa,”
aku menepuk bahu Carissa.
“Thank you,
Naia,” Carissa memelukku.
Yup. No
prob. Hanya satu kali lagi absen
menatap malaikat senja itu. Toh dia juga mungkin tidak akan pernah lagi muncul
di lapangan itu.
Labels:
cerpen,
coffee shop series,
my story,
sugar afternoon
Sugar Afternoon - Chapter 1
Setengah
jam sebelum shift kerjaku di Rendez-Vous dimulai, dan lagi-lagi aku terduduk di
kursi terluarnya. Menatap lapangan sepakbola fakultas desain. Menatap satu
sosok kiper yang entah sejak kapan pastinya mulai memenjarakan pandanganku. Ia
selalu tampak berkilau, menantang teriknya sinar mentari sore. Matanya selalu
fokus pada aliran gerak bola, tak memperdulikan kerumunan gadis yang berteriak
dari dekat. Satu sisi hatiku bersyukur bahwa mereka tak berhasil menarik
perhatiannya. Sisi lain berharap aku dapat berada di sana, sekedar untuk
mengetahui siapa namanya. Duh, Tuhan, aku jatuh hati pada satu malaikat senja
tak bernama, entah karena apa, dan entah sejak kapan cerita ini bermula.
Tulisanku terhenti ketika sebuah tendangan jarak
jauh berhasil ditepisnya, dan dia langsung melompat kegirangan, menyambut
tepukan selamat dari teman-teman satu timnya. Ha, orang gila mana yang nekat
main sepakbola dengan mengenakan kemeja putih, batinku. Namun, lebih gila lagi
satu jiwa yang bisa jatuh hati pada seseorang tanpa mengenalnya.
“Naia,” panggilan seseorang menghentikan
lamunanku. Aku menoleh dan mendapati Anthony berdiri di pintu karyawan – yang
letaknya dekat dengan tempatku duduk. “Sebentar lagi shift-mu dimulai. Sebaiknya kan segera masuk dan bersiap-siap,”
Anthony mengetuk jam tangannya pelan, lalu menghilang kembali ke balik pintu.
Aku menghela nafas panjang dan menutup buku
catatanku. Menatap ke arah lapangan sepakbola sebelum akhirnya berdiri dan
menyusul Anthony.
* * * * *
Jumat, 4
Mei
Hari ini
aku kembali datang lebih awal, menikmati setengah jam sendiriku di kursi
terluar Rendez-Vous, menatap lapangan sepakbola. Mungkin sekitar 2 bulan yang
lalu kali pertama aku melihatnya, saat aku memutuskan mengerjakan tugas
presentasiku di Rendez-Vous, dan berharap suasana sore yang segar di antara
rimbun pepohonan dapat mengalirkan banyak ide ke dalam otak. Ide yang langsung
membeku ketika pandanganku jatuh pada sosoknya. Dan sejak itu, sejauh apapun
dia berada, sebanyak apapun orang berkerumun di dekatnya, mata ini dapat
menemukannya dalam sekejap. Dan sejak itu pula aku selalu menghitung hari, hari
di mana aku bisa duduk di kursi ini, dan dia berada di lapangan itu.
Ah, tawa itu terlahir lagi ketika ia berhasil
menahan laju bola. Kututup buku catatanku, untuk menghabiskan menit-menit
terakhirku memperhatikan tingkah lakunya, sebelum Anthony memanggilku untuk
bersiap-siap.
* * * * *
Rabu, 9
Mei
Hari ini
mendung datang tiba-tiba, membawa serta kilatan petir yang membuat permainan
sepakbola itu terhenti lebih cepat. Ia segera berlari kembali ke gedung
kuliahnya dan menghilang. Duh, Tuhan, mengapa harus kau hadirkan hujan hari
ini? Meniadakan kesempatanku yang hanya sedikit untuk mengagumi dia.
Terlarangkah menyukai seorang malaikat? Meski aku tak bersuara? Meski hanya
menatapnya dari jauh? Jika sedari awal memang aku tak berhak, mengapa kau
lahirkan rasa ini dalam hati?
“Ah, hujan sialan,” aku menggerutu ketika tetes
demi tetes air mulai jatuh dari langit. Kulirik jam tanganku, masih 20 menit
lagi sampai shift kerjaku dimulai.
Kukeluarkan novel dari dalam tas dan memutuskan untuk meneruskan bacaanku,
meski sesekali kulirik lapangan sepakbola, berharap sedikit keajaiban memihak
padaku. Namun ternyata tidak.
Labels:
cerpen,
coffee shop series,
my story,
sugar afternoon
Subscribe to:
Posts (Atom)