Suara tetes hujan yang berlabuh di kolam ikan menarik Kei kembali ke kenyataan. Ah, dua tahun berlalu sudah sejak perkenalan pertama. Namun awan kelabu dan hujan selalu saja berhasil membuainya untuk mengulang kembali rangkaian kenangan itu. Kei merogoh tas mencari payung lipat putihnya ketika sebuah bayangan menaungi tubuhnya.
“Maaf, membuatmu menunggu.” Ah, bisikan merdu suara malaikat itu terdengar di telinganya.
“Ga apa-apa kok. Aku tahu kakak sibuk banget, makanya tadi aku berniat untuk ke dokter sendirian saja.”
“Hey, sudah kubilang aku akan mengantarmu. Lagipula aku ingin menyapa langsung jagoan tampan yang meringkuk di kandunganmu ini,” Arya menyentuh lembut perut Kei yang mulai buncit.
“Ahaha, memang kakak yakin kalau dia laki-laki?” Kei tertawa pelan.
“Iya dong. Dan suatu saat nanti dia akan jadi pemuda tampan dan bertemu wanita cantik pasangan jiwanya dalam rinai hujan seperti saat ini,” Arya menarik Kei mendekat, sehingga wanita itu sepenuhnya ternaungi payung yang sedari tadi Arya pegang.
“Tapi jangan gombal seperti bapaknya saja,” Kei mencubit pinggang Arya.
“Yah, kita lihat saja nanti,” Arya tertawa. “Yuk, kita berangkat sekarang. Sebentar lagi jam praktek dokter kandungannya dimulai.”
No comments:
Post a Comment