Have you ever searched for words to get you in their heart.. But you don’t know what to say..
And you don’t know where to start.. Have you ever closed your eyes and dreamed that they were there..
And all you can do is wait for that day when they will care..

Saturday, 21 December 2013

Lemonade Song - Chapter 1






Ini hari ketiga aku menemani Cakra latihan di Rendez-Vous untuk acara valentine day. Om-nya Sena – gitaris dan vokalis kedua band Cakra – jadi manajer coffee shop tersebut, dan Sena terobsesi ingin membuat suatu live music yang romantis di hari kasih sayang itu.
Valentine... Cih, aku pribadi bukan cewek romantis yang dengan mudahnya percaya cinta. kata-kata manis buat aku itu basi. Cowok yang lihai mengucapkan kata-kata manis langsung jadi kandidat pertama untuk dicoret dari daftar pujaan hati. Hmm, mungkin gara-gara itu kali ya aku nggak pernah pensiun dari status single.
“Cianti!” Cakra melambai dari satu meja saat aku memasuki Rendez-Vous. I love this cafe since the first time. Tempat yang nyaman untuk melarikan diri setelah seharian penat dengan mata kuliah atau ujian.
“Hey, Cha..,” aku menghampiri dan terhenti di depan meja. Seorang pemuda berkacamata tengah duduk di antara lembaran kertas penuh coretan.
“Oh iya, kamu belum pernah kenalan sama anggota band-ku selain Sena ya? Kenalin, ini Gema, bassis. Dan yang lagi ngobrol di deket stage itu Diandra, vokalis utama.”
Pemuda bernama Gema itu mengangkat wajahnya dan tersenyum. Dia hanya melambai kecil lalu kembali fokus pada lembaran kertas di hadapannya.
“Gema ini songwriter-nya kita lho, Chi. Dia kalo udah asyik dengan kertas-kertas dan gitarnya, nggak bakalan peduli sama sekitar. Mau kita teriak ampe gila juga, nggak bakalan ngaruh,” Cakra menepuk bahuku dan memberi sinyal untuk duduk di salah satu kursi di meja itu.
“Heh, kalo setiap kalian teriak kayak orang gila gue peduli, tulisan gue nggak akan pernah kelar tahu,” Gema melirik ke arah Cakra. “Udah gih, mendingan lo sound-check ma Diandra sana, daripada gangguin gue terus.”
“Iya, bawel. Mau minum apa, Chi?” tanya Cakra.
Aku menatap buku menu selama beberapa saat. Udara di luar tadi panas sekali, yang pasti aku perlu sesuatu yang dingin dan segar. Kulirik segelas cairan berwarna kuning cerah di atas meja. “Itu apa, Cha?”
“Itu minumannya Gema. Lemonade Squash.”
“Aku mau pesan itu aja deh, kayaknya segar,” kataku akhirnya.
“Oke deh. Gem, gue titip Cianti ya. Jangan diapa-apain lho.”
“Nggak bakalan. Kan kata lo juga kalian teriak-teriak aja gue nggak bakalan peduli.”
“Yaa... Siapa tahu beda kalau ada cewek cantik. Lo kan udah kelamaan jomblo, Gem,” Cakra langsung melesat kabur saat Gema berniat melempar gumpalan kertas-kertas ke arahnya.
“Dia emang kelakuannya kayak gitu ya?” tiba-tiba Gema menoleh ke arahku, yang hanya bisa kujawab dengan cengiran saja.
Pemuda itu kembali berkutat dengan kertas-kertasnya, sesekali memetik gitar yang berada di pangkuan. Dih, aku emang nggak cantik ya, Gema nggak menoleh sama sekali ke arahku, batinku bercanda.
“Gema! Si Sena udah datang nih! Sound-check bareng-bareng dulu yuk!” Cakra teriak dari arah stage.
“Hei, bisa titip kertas-kertasku sebentar?” Gema melirik ke arahku sambil bangkit dari kursinya. Aku mengangguk pelan dan meletakkan gelas lemonade squash, lalu berkata, “Eh, keberatan nggak kalau aku lihat-lihat kertas kamu?”
Gema hanya mengangkat bahu dan melambai, kemudian melangkah tergesa menuju stage.
Kucondongkan tubuhku ke arah meja, ke arah tumpukan kertas-kertas penuh coretan tangan Gema. Widih, cowok itu jago ulis not balok juga ternyata, sesuatu yang sempat aku kuasai waktu jaman SD dan SMP namun kemudian terlupa.
Beberapa kertas sudah terisi oleh barisan kata.

Hasrat tertatih ingin temukanmu, kekasih... Rindu bersemayam sandingi penantian... Lelah melangkah sendiri arungi segenap mimpi... Berharap kau ada di tepi pencarian...

Aku mendadak memandang sosok berkacamata yang tengah beradu mulut dengan Cakra. Seriously? Kalimat cinta ini keluar dari otaknya Gema?
Kubaca lembaran lainnya, menemukan deretan lain lirik lagu Gema, yang juga bercerita tentang rindu.

Hey, malam... Bolehkah aku sekejap terlena... Akan satu percik yang kusadar maya... Meski tersadar ingin jadikannya nyata...

Kuletakkan kertas-kertas itu di atas meja. Aku memang bukan tipe yang mudah terbuai oleh kata-kata manis, namun entah mengapa membaca tulisan Gema membuatku bertanya, siapa gerangan gadis beruntung yang suatu saat akan menerima limpahan kata-kata itu.


* * * * *



No comments:

Post a Comment